Aku dan Waktu: (Sabtu Kelabu)

Aku dan Cerita

 

Setelah berhasil menumpahkan semua kejadian dalam cerita Rabu Kelabu, sekarang aku hadir dengan Sabtu Kelabu. Kenapa kesedihan dan kesenangan hadir dalam satu waktu yang bersamaan. Dan tentu saja di hari yang berakhiran ‘U’—Rabu, Sabtu, dan Minggu. Rasanya aku tak pernah bersahabat dengan waktu di hari-hari itu.

 

Hari ini hari kedelapan puasa, dan biasanya semakin bertambahnya hari semakin bertambah pula cobaannya. Yang beginilah, yang begitulah. Dan tentu saja ada hikmah di balik semua itu.

 

Aku mengawali hari ini dengan bangun pagi dan membantu membungkus pesanan martabak. Setelah itu aku iseng-iseng membuka Line. Ternyata banyak sekali chat yang belum kubaca. Salah satunya adalah grup chat sepakbola kebanggaanku. Eh, salah deng. Grup chat dari salah satu perkumpulan di kampusku. Lalu kubaca satu persatu. Info yang kudapat dari chat grup itu, hari ini ada rapat perdana kepanitiaan bazaar jam dua siang.

 

Tanganku dengan asyiknya men-scroll ke atas dan ke bawah. Namun tiba-tiba berhenti pada satu akun milik seseorang. Akunnya bersinar (?). Seakan ada magnet yang kuat menarik mata dan tanganku untuk fokus pada satu akun itu. Dengan iseng aku membuka foto profil miliknya. Seorang perempuan? Padahal dia kan laki-laki. Apa dia seorang ‘transgender’? Atau mungkin itu foto pacarnya yang sekarang? Asumsi kedualah yang lebih tepat untuk saat ini. Tidak tahu lagi nanti. Ups.

 

Asal kalian tahu saja, rasa penasaran itu terkadang menyakitkan. Buktinya sudah kupaparkan diatas. Satu akun yang membuatku penasaran. Lalu rasa penasaranku terjawab, tapi dengan cara yang sakit sekali. Aku menuliskan ini sambil mendengarkan lagu-lagu sedih. Katanya itu cara yang ampuh untuk menyembuhkan luka yang tak berdarah. Seperti yang ku rasakan saat ini.

 

Ada satu lagu yang menggambarkan perasaanku saat ini, dan liriknya pun langsung menjurus ke rasa sakit itu. Liriknya seperti ini, ‘Mengapa ku rasa sakit sekali mencintaimu, mencintaimu. Sakit sekali. Benar-benar menggambarkan perasaanku dengan gamblang. Dan di lagu kedua, ‘pantasnya kamu mencintai yang juga cintai dirimu’. Terkadang lagu sedih atau galau berhasil membantuku untuk menuliskan sebuah cerita. Apalagi saat aku menulis cerita dengan genre: Sad. Lagu sedih apapun akan terasa sedihnya, apalagi lagu sedih berbahasa Inggris dan bahasa asing lainnya. Alunan nada yang sedih serta bahasa yang tidak kita mengerti akan membuat lagu menjadi lebih sedih.

 

Sesaat setelah aku melihat foto profilnya, aku men-screenschot akunnya dan mengirimkannya pada kedua sahabatku—Sintia dan Yessy—lewat grup chat kami bertiga. Aku mengirim foto hasil tangkapan kayar itu dengan caption: ‘Mungkin ini yang namanya luka tapi tidak berdarah’.

 

“Itu foto siapa?” tanya Sintia.

 

“Foto seorang cewek yang menjadi tersangka.” Ketikku sembarangan. Tersangka pembunuh hati seseorang.

 

“Apaan sih? -_- Nggak jelas banget.” Kata Sintia lagi.

 

“Aku penuh ketidakjelasan karena dia, Sin. Dia yang tak pernah menyadarinya. Dia yang tak tahu bahwa aku pernah ada. Bahwa aku selalu mengamatinya dari balik jendela yang memisahkan kita. Mulai sekarang bukan lagi jendela yang menjadi pemisah. Tapi memang jarak yang terlampau jauh. Karena kalau dijelaskan secara nyata, jauhnya itu tidak terdefinisi.” Aku menuliskannya dengan panjang lebar di grup chat kami bertiga.

 

Dan kemudian Sintia membalas dengan tidak singkat, padat berisi, dan jelas. Jelas-jelas membuatku tambah sakit hati. “Lepaskan Nak, seperti aku yang sudah rela melepaskan dia. Aku sudah mundur teratur, namun pasti. Pasti bakalan sakit lagi kalau melihat dia dengannya.”

 

“Melepaskan…  Melepaskan. Hal tersulit dari semua ini.. Aish,  bahasaku.. Nasib kita gini amat ya.” Jawabku kemudian. Aku mengirimkan sticker penyemangat, yang seharusnya untuk diriku sendiri. Tapi percuma juga, karena ternyata di handphone Sintia, stickernya tidak terlihat. Invisible. Salah handphone Sintia atau salah aku yang mengirim sticker. Atau memang semua salah. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya tidak ada kejadian ini. Jadi aku juga tidak harus mengirimkan sticker penyemangat. Baiklah, kalau begitu. Semua ini salah dia. Dia yang tidak tahu apa-apa tapi harus menanggung kesalahan. Dia yang menjadi topik utama dalam pembahasan ini.

 

Sebenarnya ada yang kurang dari grup chat ini. Kehadiran Yessy yang juga invisible. Jam-jam segini biasanya dia masih tidur. Jangankan baca chat, melek aja belum.

 

Tiba-tiba lagu yang kudengarkan berganti menjadi lagu yang amat sangat menyedihkan. Alunan pinao khas Yovie Widianto membuatku menyadari bahwa lagu ini juga menggambarkan perasaanku. Ditambah lagi suara Dikta dan Arya yang membuat lagu itu terasa seperti sedang menceritakan kisahku dari awal suka sampai akhirnya seperti ini.

 

Aku sakit, aku sakit hati
Kau terbangkan ku ke awan
Lalu jatuhkan ke dasar jurang

Aku sakit dan ku tak mengerti
Kau berikan mimpi indah
Namun kenyataan tak seindah mimpi
Sadar kini cinta tak berbalas

~Yovie and Nuno, Sakit Hati.

 

Sekarang tidak ada lagi harapan apapun. Seperti sebuah kutipan yang kudapat dari Line: ‘Tidak ada kata berharap jika yang diharapkan tidak pantas lagi menjadi sebuah harapan’ by Salma ‘Novel and Quotes’. Mungkin memang benar, mencintai itu benar-benar menyakitkan. Apalagi ditambah dengan berharap pada ketidakpastian. Setelah menceritakan kisah ini, aku akan membuat sebuah puisi. Doakan saja semoga besok-besok ada seseorang yang bisa menjadi inspirasiku selain DIA. DIA YANG KINI BUKAN LAGI INSPIRASI DALAM HIDUPKU.

 

Kutipan hari ini:

“Kamu tidak terlibat sama sekali dalam hidupnya. Bahkan sekadar untuk diingat.”
Tasaro G.K.

Leave a comment